Senin, 31 Oktober 2011

Tugas Metode Riset Part 4

Nama         : Armenia Hall
Kelas          : 3EA12
Npm           : 15209260


CARA DAN UPAYA MENGENTASKAN KEMISKINAN DI INDONESIA

BAB 2
LANDASAN TEORI


Teori Dasar

Pendidikan memiliki peranan yang sangat penting dalam pengentasan kemiskinan terutama pada masyarakat pedesaan, dimana akses mereka terhadap pendidikan sangat terbatas. Di samping itu, kesadaran akan pentingnya dalam mengenyam pendidikan masaih sangat rendah dalam masyarakat di pedesaan yang terisolasi.

The poor will always be with us. Inilah idiom populer tentang kemiskinan yang dikutip oleh sosiolog kemiskinan paling populer saat ini, Zygmunt Baumant (1998:1). Idiom tersebut memberi makna bahwa kemiskinan—dan orang-orang miskin—adalah kondisi inheren dalam masyarakat manapun, dulu dan sekarang, kemungkinan di masa depan jika dunia tak berubah. Poverty, atau kemiskinan pada dasarnya adalah kondisi kekurangan. Ada banyak cara memaknai ‘kekurangan’.

Menurut Max-Neef et. al, terdapat 6 macam kemiskinan yang ditanggung
komunitas dan membentuk suatu pola kemiskinan tertentu, yaitu (a)  kemiskinan
sub-sistensi, penghasilan rendah, jam kerja panjang, perumahan buruk, fasilitas air
bersih mahal; (b) kemiskinan perlindungan, lingkungan buruk (sanitasi, sarana
pembuangan sampah, polusi), kondisi kerja buruk, tidak ada jaminan atas hak
pemilikan tanah; (c) kemiskinan pemahaman, kualitas pendidikan formal buruk,
terbatasnya akses atas informasi yang menyebabkan terbatasnya kesadaran atas
hak, kemampuan dan potensi untuk mengupayakan perubahan, (d) kemiskinan
partisipasi , tidak ada akses dan kontrol atas proses pengambilan keputusan yang
menyangkut nasib diri dan komunitas; (e) kemiskinan identitas, terbatasnya
pembauran antar kelompok sosial, terfragmentasi; dan (f) kemiskinan kebebasan,
stres, rasa tidak berdaya, tidak aman baik di tingkat pribadi maupun komunitas.

Wikipedia merinci setidaknya terdapat 3 pendekatan dalam mendefinisikan kemiskinan.
a) Kemiskinan yang dideskripsikan sebagai kekurangan material need. Kemiskinan, dalam hal ini, didefinisikan sebagai kondisi di mana seseorang atau sebuah komunitas kekurangan esensial untuk memenuhi standar kehidupan minimum yang terdiri dari sandang, pangan, papan (sumberdaya material).
b) Kemiskinan yang dideskripsikan dari aspek hubungan dan kebutuhan sosial, seperti social exclusion (pengucilan sosial), ketergantungan, dan kemampuan untuk berpartisipasi dalam masyarakat, termasuk pendidikan dan informasi.
c) Kemiskinan yang dideskripsikan sebagai kurangnya pendapatan dan kemakmuran—yang ditetapkan berdasarkan indikator-indikator tertentu. Dari sinilah munculnya pemilahan kemiskinan secara global berdasarkan pendapatan harian keluarga, yaitu kurang dari $1 atau $2 sehari.

Konkretnya, survei data riset World Bank “Voices of the Poor”, terhadap 20.000 penduduk miskin di 23 negara (termasuk Indonesia!), faktor-faktor kemiskinan dapat diidentifikasi sebagai kehidupan yang sulit, lokasi yang terpencil, keterbatasan fisik, hubungan timpang gender, problem dalam hubungan sosial, kurangnya keamanan, penyalahgunaan kekuasaan, lembaga yang tidak memberdayakan, terbatasnya kapabilitas, dan lemahnya organisasi komunitas (Wikipedia, 2007).

Sehingga, pengertian pendidikan menurut beberapa ahli (pendidikan) berbeda, tetapi secara esenssial terdapat kesatuan unsur-unsur atau faktor-faktor yang terdapat di dalamnya, yaitu bahwa pendidikan menunjukkan suatu proses bimbingan, tuntunan atau pimpinan yang didalamnya mengandung unsur-unsur seperti pendidik, anak didik, tujuan dan lainnya.

Bahkan, telah disebutkan pula pengertian pendidikan berdasar UU Nomor 20 tahun 2003, yaitu usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa, dan negara. Hal ini diperkuat pula oleh UU Nomor 2 tahun 1989, yang menyebutkan bahwa pendidikan adalah usaha sadar untuk menyiapkan peserta didik melalui kegiatan bimbingan, pengajaran, dan atau latihan bagi peranannya di masa yang akan datang.

Kewajiban belajar 9 tahun bagi seluruh rakyatnya demi memajukan kehidupan sosial pedesaan dan nasional, dimana dalam pencapaiannya membutuhkan kerjasama antara keluarga dan masyarakat untuk berperanserta bersama Pemerintah dalam mewujudkan berlakunya wajib belajar 9 tahun seawal mungkin dalam periode Pelita VI. Pencanangan wajib belajar 9 tahun oleh Departemen Pendidikan dan Kebudayaan yang tercantum dalam penjelasan Pasal 25 ayat (1) UU No.2 Tahun 1989, bahwa “Pada dasarnya pendidikan merupakan tanggung jawab bersama antara keluarga, masyarakat dan Pemerintah, yang berlaku juga dalam hal pembiayaan”.

Pembangunan bidang pendidikan di Indonesia memiliki kerangka umum (legal framework) yang kuat sejak diberlakukannya Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1989 tentang sistem pendidikan, bahwa “Sistem pendidikan nasional adalah satu keseluruhan yang terpadu dari semua satuan dan kegiatan pendidikan yang berkaitan satu dengan yang lainnya untuk mengusahakan tercapainya tujuan pendidikan nasional”.


Selain program pengentasan kemiskinan nasional, Propinsi Jawa Barat juga memiliki program penanggulangan tersendiri, berupa:
- Program Dakabalarea (Kepgub No. 2/Th. 1999).
- Gerakan Rereongan Sarupi.
- Gerakan Jumat Bersih.
- Gerakan SARASA.
- Program Raksa Desa.
- Program Pendanaan Kompetensi IPM (PPK-IPM) (Kepgub No. 34/Th. 2005).
- Program Dakabalarea yang merupakan program pemberian kredit dengan pola bagi hasil kepada pengusaha mikro & usaha kecil hingga th. 2005 telah menggulirkan dana tak kurang dari Rp. 93.657.109.350 dari target Rp. 66.770.000.000 untuk 3.065 kelompok dengan jumlah anggota sebanyak 26.886 orang.

Dana yang digelontorkan melalui PPK IPM pada tahun 2006 mencapai Rp. 190 milyar, diperuntukkan bagi 9 kabupaten/kota yang proposalnya terpilih. Untuk tahun 2007, 6 kabupaten/kota terpilih berhak mendapatkan dana senilai Rp. 315 milyar. Khusus untuk kota Bandung, dana Bantuan Langsung Mandiri (BLM) yang dikucurkan tahun 2007 mencapai Rp. 8.8 milyar.


Terapan Teori
Masyarakat miskin harus mendapatkan motivasi yang tinggi untuk belajar dan bekerja keras agar menghasilkan masyarakat yang sadar akan pentingnya pendidikan sehingga menambah masyarakat berpengetahuan yang akan meningkatkan kesejahteraan dan berdampak pada pengentasan kemiskinan. Sehingga, untuk mewujudkannya diperlukan kerjasama para pihak terkait dalam pemerataan mengakses pendidikan bagi seluruh masyarakat terutama masyarakat pedesaan dalam rangka mengentaskan kemiskinan dan meningkatkaan kesejahteraan yang berkelanjutan.


Pengembangan Hipotesis
  1. Pemerintah seharusnya lebih memperhatikan pendidikan pada masyarakat pedesaan.
  2. Masyarakat pedesaan sebaiknya sadar dan aktif dalam mencari informasi dan mengenyam pendidikan sedini mungkin.
  3. Masyarakat ikut berpartisipasi bersama pemerintah dalam mewujudkan pemerataan akses pendidikan dalam usaha mengentaskan kemiskinan pada masyarakat pedesaan khususnya dan desa beserta negara pada umumnya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar